No | Judul Buku | Status | Di Pinjam |
1 | MAWAR BIRU BINTANGKU | Ada | 15 Kali |
2 | RUMAH LEBAH | Kosong | 15 Kali |
3 | CEWEK MATRE | Ada | 15 Kali |
4 | THE MIRACLE BOYS | Kosong | 15 Kali |
5 | BIDADARI BERSAYAP BIRU | Ada | 14 Kali |
6 | PUCUK CINTA BOUGENVILLE | Kosong | 14 Kali |
7 | TIC TOC TIC TOC QUARTER LIFE'S TALE | Kosong | 14 Kali |
8 | PANGERAN LANGIT | Kosong | 14 Kali |
9 | CINTA SUKA MENGGODA | Kosong | 13 Kali |
10 | MARMUT MERAH JAMBU | Ada | 13 Kali |
11 | PARADISE | Ada | 12 Kali |
12 | ROMANSA SINGAPURA | Kosong | 12 Kali |
13 | ROMANSA SINGAPURA | Kosong | 12 Kali |
14 | PANGERAN KATAK DAN CIUMAN MESRA | Kosong | 12 Kali |
15 | UNIK TAPI FAKTA (2) | Ada | 11 Kali |
16 | FORGOTTEN LOVE | Kosong | 11 Kali |
17 | CINTA COWOK IDOLA | Kosong | 11 Kali |
18 | TERSENYUMLAH UNTUK CINTA | Kosong | 11 Kali |
19 | ABOUT LOVE | Kosong | 11 Kali |
20 | PESANTREN ILALANG | Kosong | 11 Kali |
21 | KAFE | Kosong | 11 Kali |
22 | DIA, TANPA AKU | Kosong | 11 Kali |
23 | PERAHU KERTAS | Ada | 11 Kali |
24 | CINTA PERTAMA | Kosong | 11 Kali |
25 | ATAS NAMA CINTA | Ada | 11 Kali |
26 | CEMARA 7 BULAKSUMUR | Kosong | 11 Kali |
27 | LOVE LIES | Ada | 11 Kali |
28 | LOVE LIES | Ada | 11 Kali |
29 | LOOKING FOR LASKAR CINTA | Kosong | 11 Kali |
30 | LOOKING FOR LASKAR CINTA | Kosong | 11 Kali |
31 | ZIKIR DO'A CINTA | Kosong | 11 Kali |
32 | ZIKIR DO'A CINTA | Kosong | 11 Kali |
33 | BUKU SAKU SAKTI UAN SMK BISMEN | Kosong | 11 Kali |
34 | TAWA ITU IBADAH | Kosong | 10 Kali |
35 | TELPUN YUK TELPUN | Ada | 10 Kali |
36 | KEMBAR KEEMPAT | Kosong | 10 Kali |
37 | MARMUT MERAH JAMBU | Kosong | 10 Kali |
38 | NEGERI 5 MENARA | Kosong | 10 Kali |
39 | HAYAMI MASUMI-KU | Kosong | 10 Kali |
40 | BISIKAN SURGA | Kosong | 10 Kali |
41 | KERETA API HANTU | Kosong | 10 Kali |
42 | COKLAT STROBERI | Kosong | 10 Kali |
43 | BOULEVARD | Ada | 10 Kali |
44 | DIARY SI BOCAH TENGIL | Ada | 10 Kali |
45 | DIARY SI BOCAH TENGIL | Kosong | 10 Kali |
46 | DIARY SI BOCAH TENGIL | Kosong | 10 Kali |
47 | SIMFONI CINTA | Kosong | 10 Kali |
48 | RUMAH BARU VINKA | Kosong | 10 Kali |
49 | LAJANG DAN NIKAH SAMA ENAKNYA , SAMA RIBETNYA | Kosong | 10 Kali |
50 | PANGERAN KATAK DAN CIUMAN MESRA | Kosong | 10 Kali |
Senin, 10 September 2012
Daftar Buku yang sering di pinjam
Daftar peringkat peminjam paling aktif
Periode 1 April - 11 September 2012
Jumat, 01 Juni 2012
LOMBA MENULIS CERPEN (1)
“Keberuntungan
Ada
Dalam
Kesempatan”
(Karya
: Erviana_XI AP 1)
Kemarin adalah hari ulangtahunku. Tepatnya tanggal 16 Februari 2012.
Hari yang bersejarah itu, ku habiskan dengan berkumpul bersama Fia,
Andin, dan Risa di atas rumput taman sekolah. Bersama kue tart
coklat polos,berhiaskan 2 buah lilin putih,berdiameter 25 cm itu kami
merayakan ulangtahunku yang ke 17 tahun. Aku memang sengaja hanya
mengundang sahabat-sahabatku saja, karena aku tahu jika aku
mengundang teman-teman sekelas untuk ikut merayakan hari kelahiranku
itu, kue yang ku beli seharga Rp.17.500,00 dari hasil jerihpayahku
menabung selama satu minggu tersebut tidak akan cukup untuk sekedar
mengganjal perut mereka. Maka dari itu juga aku memilih waktu
sepulang sekolah untuk merayakannya, dimana tak banyak siswa yang
masih berkeliaran di lingkungan sekolah.
Tapi walau hanya sekedar pesta kecil seperti tadi
siang, aku sedikit senang sahabat-sahabatku tetap bersuka cita
menemaniku meniup lilin, apalagi mereka juga memberiku beberapa kado
yang istimewa. Aku cukup senang dengan hal itu. Namun terlepas dari
itu semua, aku tak pernah mengharapkan hari ulangtahunku akan terjadi
di tahun ini, tahun depan, dan tahun-tahun yang akan datang. Aku tak
ingin umurku bertambah jika aku tahu hidupku akan berubah seiring
dengan bertambahnya usia sang waktu.
Sebelumnya aku tidak ingin menjadi anak yang sering bolos sekolah,
menyendiri dalam ruang-ruang yang sempit seperti orang sakit jiwa,
apalagi menjadi sosok yang tak punya masa depan atau harapan seperti
sekarang, itu bukan kemauanku yang sebenarnya. Namun aku juga tak
mengerti mengapa bisa begini. Hanya saja sejak orangtuaku yang
tercinta berubah, aku mulai senang dengan dunia yang asing seperti
ini. Begitupun dengan perayaan ulangtahunku,aku tak berharap
orangtuaku mau menemani untuk sekedar mengucapkan selamat ulangtahun
padaku.
“Ervina, tetap semangat yah. Semua manusia memiliki keberuntungan
yang tersembunyi, bersyukurlah atas apa yang kau miliki, karena itu
adalah keberuntunganmu.”
Aku ingin menangis ketika membaca tulisan sahabat-sahabatku pada
kartu ucapan yang mereka selipkan di antara sepasang boneka kucing
kecil yang mereka hadiahkan. Seketika itu juga aku duduk bersandar
pada tembok kamarku sambil memeluk boneka tersebut.
“terimakasih kawan-kawan, aku berjanji untuk menghargai hidupku
lebih dari sekarang” kataku sambil menangis.
Akupun tidak sadar jika aku tidur dilantai malam itu. Hingga ayam
berkokok aku baru bisa bangun dan menggigil kedinginan. Namun baru
saja aku menuju kamar mandi untuk sekedar cuci muka, aku mendengar
percakapan antara Ayah dan Ibu di ruang makan.
“tidak usah banyak bicara! Urus saja urusanmu
sendiri.”
“baiklah terserah kau saja, kau memang sok pintar!”
“siapa yang peduli!! Pergi ya pergi saja tidak usah banyak bicara.
Aku sudah muak!”
Serasa mendengar petir yang tak berhenti menyambar di pagi yang
mendung . Sungguh sangat keras dan terasa sakit sekali di telinga
ketika mendengar pertengkaran kedua orangtuaku di hari sisa-sisa
ulangahunku. Iyah, mereka memang sedang bertengkar bahkan bisa
dibilang sangat sering bertengkar. Tak peduli pagi atau malam mereka
kerap kali mengumandangkan pertengkaran hebat yang membuatku gila.
Mungkin mereka mempertahankan keegoisan dan harga diri. Selebihnya
entah apa yang mereka pikirkan, aku tak pernah tahu. Yang aku lihat
hanyalah banyak perabot dan hiasan-hiasan rumah hancur berantakan
menjadi korban pelampiasan amarah saat Ayah pulang ke rumah. Entah
karena apa mereka begitu. Entah karena apa mereka tak lagi menjadi
Ayah dan Ibuku yang dulu, yang selalu memberi perhatian dan
kelembutan, yang selalu memberi kasihsayang dan senyuman manis, yang
selalu bertutur halus dan mendidik, bukan seperti sekarang ini. Semua
berubah menjadi neraka yang dibalut atas nama keluarga. Namun karena
sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini aku tak lagi merasa heran
dan aku mencoba menjadikan hal yang sebenarnya luar biasa ini menjadi
makanan ringan yang begitu pahit untuk disantap menjadi pelengkap
semangat, walaupun sebenarnya begitu menyakitkan untuk bisa ku terima
di usiaku yang seharusnya bahagia.
Melihat aku yang tengah bersiap-siap untuk berangkat
sekolah, mereka tak lagi meneruskan pembicaraan sengit lagi. Namun
Ayah tiba-tiba keluar rumah bersama mobilnya sembari memasang wajah
yang emosi tanpa bicara sepatah katapun.
“aku berangkat,bu. Nanti aku pulang agak sore, aku mau belajar
kelompok di rumah Fia.” Pamitku pada ibu yang mematung di samping
rak buku.
Aku menghampiri dan mencium tangannya kemudian memandangnya sebentar.
Ibu hanya diam dengan pandangan kosong. Akupun tak tahan melihat ibu
begitu, lalu aku putuskan untuk kembali melanjutkan langkahku menuju
sekolah dengan pikiran yang tak karuan.
“semangat.....semangat....semangat....semangat....” kataku pelan
mencoba menyemangati diri sambil menampari wajahku yang muram.
Sesampai di sekolah aku mencoba menarik senyum selebar-lebarnya,
memasang wajah yang ceria dan menghapus rasa malasku. Walau
keluargaku sudah tak lagi memberi perhatian yang lebih, aku tetap tak
ingin menjadikannya alasan untuk aku tak semangat dalam belajar.
“pagi Ervina.....” sapa Andin seraya menjajarkan langkahnya
denganku.
“pagi juga.....Fia sama Risa kemana? Kok ga bareng? “ jawabku
santai
“mereka sudah nangkring di kelas katanya mau buru-buru ngerjain PR”
“yah dasar mereka tuh, jadi kutu ndengkur aja kalo di rumah
hehehe....”
Akupun memulai belajar dengan semangat karena telah mendapat suasana
baru di sekolah. Namun ketika hendak pulang sekolah aku sering kali
sedih dan marah, melihat teman-temanku banyak yang dijemput Ayah atau
ibunya. Bukan karena orangtuaku sibuk dengan pekerjaan,sehingga
mereka tak bisa menjemput atau mengantarku, namun sejak aku kelas 3
SD mereka memang tak lagi punya waktu untukku. Hingga pada suatu
ketika aku menanyakan alasan kepulangan Ayah yang tidak menentu
kepada ibu. Waktu itu Ibu hanya memberi penjelasan bahwa mereka sudah
tak lagi akur dan aku baru bisa menyadari makna dari penjelasan itu
adalah sebenarnya mereka telah bercerai. Hal itu baru bisa aku
mengerti setelah aku berumur 12 tahun.
“IKUTI LOMBA MENULIS PUISI YUK, TEMANYA BEBAS, HADIAHNYA UANG TUNAI
SENILAI Rp.600.000,00 lhoooo....UNTUK 2 ORANG PEMENANG......”
Membaca potongan selembar koran berlumuruan minyak goreng yang ku
temukan di tepi jalan, ketika hendak pulang sekolah tersebut aku
sedikit tertarik. Aku pikir tidak ada salahnya jika aku ikut. Apalagi
mengetahui hadiah yang ditawarkan cukup menarik aku semakin semangat
untuk membaca persyaratan lomba. Sesampai di rumah aku mencari
kumpulan-kumpulan puisi yang telah ku buat. Setelah memilah-memilah
akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkan karya puisiku yang berjudul
“Keluargaku adalah Keberuntunganku.”
Selama kurang lebih 2 bulan, akhirnya tibalah pada
hari pengumuman pemenang lomba yang akan dicantumkan pada koran
Pendidikan. Di tengah perjalanan menuju ke sekolah aku iseng membeli
koran tersebut. Sebenarnya aku tidak yakin jika aku dapat
memenangkan lomba yang diikuti ratusan orang tersebut, apalagi
pemenang hanya diambil 2 orang, ditambah lagi mengingat karya-karya
puisiku yang biasanya hanya sebatas menjadi pelengkap untuk mading
sekolah yang jarang diperhatikan apalagi diapresiasikan. Aku sedikit
pesimis dengan diriku sendiri. Setelah membuka sedikit demi sedikit
halaman koran tersebut, akhirnya aku menemukan halaman yang memuat
nama-nama pemenang lomba menulis puisi tersebut. Ku bimbing pandangan
mataku untuk mencari namaku yang mungkin tertulis pada salah satu
baris, dan benar saja namaku tertulis menjadi pemenang di urutan ke
dua. aku hampir ak percaya . Tak bisa kugambarkan betapa terkejut dan
senangnya aku mengetahui hal tersebut.
Setelah hari itu aku mencoba mencari sisi positif
dari kehidupanku yang mungkin tak sesempurna orang lain. Uang hasil
menang lomba itu aku tabung untuk modal membeli laptop. Walau mungkin
membutuhkan waktu yang cukup lama, tapi aku akan selalu optimis.
Lebih dari itu, yang paling penting adalah aku senang bisa menyadari
ternyata banyak hal yang menyenangkan yang belum aku temui di luar
sana. Sungguh sedikit menyesal mengapa pada hari-hari yang lalu aku
menjadi orang yang bodoh hingga menyia-nyiakan masa mudaku dengan
percuma. Walaupun orangtuaku tak lagi bisa memberi kasihsayang
seperti dulu, harusnya aku tetap bersyukur masih bisa menjadi anak
yang dapat menikmati saat-saat duduk di bangku sekolah saat ini.
Iyah, ternyata aku masih terlalu beruntung. Tapi keberuntungan hanya
akan bisa aku dapatkan dengan menggunakan kesempatan sebaik-baiknya
tanpa lupa bersyukur atas apa yang Tuhan berikan saat ini.
Mengetahui puisi-puisi dan cerpen-cerpenku ternyata selain bisa
dijadikan media untuk menampung seluruh keluhan dan sukacita, tapi
dapat dijadikan sebagai pekerjaan sambilan yang menghasilkan uang,
aku tak lagi ragu untuk terus menulis apalagi setelah kakak Andin
yang bekerja sebagai editor majalah yang cukup terkenal di Indonesia
mau membantuku untuk mengembangkan karya-karyaku menjadi sebuah buku,
aku semakin semangat untuk kembali hidup menjadi manusia baru. Namun
walau begitu aku tetap berkeinginan menjadi seorang psikolog di
kemudian hari nanti, Karena sejak dulu aku ingin mengenal banyak
orang dengan mendalami sisi-sisi jiwa mereka yang tersembunyi.
Mungkin dengan aku menjadi psikolog aku dapat memahami alas an
orangtuaku memilih untuk bercerai dibanding tinggal bersama.
LOMBA MENULIS CERPEN (2)
DI
SINI
ADA
SETAN????
Oleh : Vina Ristiana X AP 2
Suasana sepi begitu dirasakan ketika memasuki
perpustakaan. Murid-murid terklihat serius dengan buku yang sedang
mereka baca. Suasanapun teraa semakin mencekam ketika yang terdengar
hanyalah suara helaian balikan kertas pada halaman buku yang dibalik.
Dan suara detik jam yang menambah suasana sunyi. Tanpa disadari
seorangpun terlihat seorang siaswi terduduk di bangku di sudut
belakang perpustakaan. Sekilas baju yang dikenaknnya tak jauh berbeda
dengan seragam yang dikenakan oleh siswa lain dalam ruangan itu.
Namun baju itu terlihat koyak, kotor lusuh dan terlihat beberapa
ceceran darah memenuhi bebrapa bagian bajunya. Sepatu yang
dikenakannya pun hanya satu, itupun sudah lusuh sedangkan kaki lain
hanya mengenakan kaos kaki lusuh yang membungkus kaki kurusnya.
Tiba-tiba terdengar senandung lirih dari siswi
yang sedari tadi menunduk ittu. Pada awalnya hanya senanduing lirih
namun semakin lama semakin keras. Merasa terganggu dengan senandung
tersebut seorang siswi yang duduk di seberang bangu itu menoleh untuk
mencari sumber suara. Namun yang ia temukan hanyalah sesosok
perempuan yang terduduk di lantai dengan pososo merangkak dan
bergerak manuju arahnya. Semakin lma semakin smandekat dan buku yang
ada di tangannya terjatuh dan saat hendak mengambilnya kembali, yang
ada di hadapannya adalah sesosok wajah menyeramkan dengan darah
dimana-mana dan sebelah bola mata yang tak pada tempatnya. Kini
menatapnya dan,,,,,
“Arrrrrrgggggggghhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!”
“Hahahaha
dasar penakut kamu. Lihat giru aja langsung pingsan, huh dasar
penakut!” cibir Rene pada Ike sahabatnya.
“Dasar
jahat! Tega ya ngerjain aku, kamu kan tahuu aku itu penakut, malah
dikerjain. Pakai jaddi suster ngesot segala lagi. Dasar kurang
kerjaan.” Ujar Ike setelah bangun dari pingsannya. Kesal, Ia
melempar bantal ke muka temannya.
“Habis,
jadi orang kok penakut banget. Hahah. Eh dengerin ya, dimana-mana
hantu iotu nggak ada. Yang ada juga di film-film. Aku mah nggak
begitu percaya sama yang begituan!” balas Rene dengan mimic serius.
“Yaudah
kalau nggak percaya, aku sumpahin ya, kamu bakal ketemu sama tuh
setan, biar nyaho’ and biar kamu percaya kalu yang begituan itu
emang ada” ucap Ike seraya bangun dari tempat tidur.
“Eh,
kamu mau kemana?
“Ke
kantin, ikut nggak?” ajak Ike.
“Nggak
ah, pingin di sini dulu, kali-kali ada setan lewat, kan asik tuh,
bias foto bareng, hehe upload deh ke facebook” ejek Rene usil. “
Ogah, yaudah aku ke kantindulu, hati-hati lo, nanti ada setan lewat
hahah” potong Ike sambil berl;ari.
“Aku
nggak takut” teriak Rene dari dalam UKS.
*************
Setelah
Ike keluar, tinggal Rene seorang diri di UKS. Sambil berbaring di
tempat tidur, Rene mulai merasakan seolah olah ada sesosok yang
berdiri di balik pintu. Namun hal itu tak dihiraukannya. Dlam hati
Rene berkata mungkin gak si setan
itu ada?? Halah, paling juga boongan emang dasar orang- prang aja
yang penakut. Hmm
Namun
suasana di ruang itu semakin aneh dan dingin. Tanpa dirasanya sesosok
bayangan anak kecil berlari di luar UKS.
“
ehhh…. Jangan lari lari, ntar jatoh sukurin lu..pala lu benjol kaya
tuyul” ujar Rene sambil bangun dari tidurnya sertakeluar UKS. Namun
yang dihadapinya hanyalah lorong kosong sunyi tranpa suara.
“Loh,
kok nggak ada sih? Tadi kan tuh anak lewat sini, cepet amat larinya.
Aku aja kalah. Dasar anak kecil.” Terheran-heran Rene celingukan di
pintu UKS. Tiba-tiba Ia merasa bulu kuduknya merinding, dan memutuska
untuk pergi dari UKS.
********************\
“Eh,
kamu pernah denger nggak tentang sejarah sekolah kita” nyamnyam
celoteh Ike pada Rene sambil ngemil.
“Enggak,
emang kenapa? Nggak ada urusannya sama aku” sahut Rene dari Balik
buku yang dibacanya/
“Huh,
dasar cewek aneh” goda Ike tertawa.
“Ih,
bodo teuing soal itu” sahut Rene tak tertarik.
“Denger
ya, sekolah kita sebelum jadi kayak gini dulunya bekas tempat
pmbantaian minoritas cina gitu waktu penjajahan Belanda, dan tahu
nggak sih, konon arwah mereka yang belum sempet dikuburin pada
gentayangan. Ih, serem banget nggak sih?” celoteh Ike serius. Mulai
tertarik Rene menutup bukunya,
“Emang
mayatnya nggak ditemuin ya? Pada gentayangan?” Tanya Rene.
“Huum
sih katanya. Jadi arwah mereka pada……..” tiba-tiba Rene
memotong
“Ihihihihi,mana
kepalaku,,,”
“Ah,
nggak lucu tahu, bercandanya” ujar Ike sembari melempar buku Rene.
“Hahaha,
dasar penakut, cemen” goda Rene sambil menjulurkan lidahnya.
Tiba-tiiba
“ssssttt dilarang rebut di perpustakkaan.” Kompak Rene dan Ike
mencari sumber suara. Ternyata suara penjaga perpustakaan yang
terdengar. Dengan malu Rene dan Ike pun terdiam namun sesekali
terdengar tawa mereka samar.
***************
Dengan
langkah tegap Rene berjalan di antara etalase toko mall kelapa
gading. Karena hari minggu maka Rene memutuskan untuk refereshing ke
mall. Tiba- tiba perutnya terasa keroncongan dan ingin memekan
sesuatu. Lalu Rene berjalan menuju lift yang terletak tak jauh dari
tempatnya berdiri.
Sampai
di pintu lift, Rene menekan tombol 3 untuk menuju ke lantai 3 yang
terdapat banyak toko dan caffe. Saat pintu terbuka, Rene masuk dan..
merasakan kejanggalan di dalam lift. Cuek, Rene menghiraykannya.
Tiba
tiba saat di dalam lift Rene mencium bau busuk yang sanga menyengat
dari arah belakangnya. Semakin lama semakin tajam dan memenuhi rongga
hidungnya. Merasa tak nyaman, Rena perlahan menengok ke belakangnya.
Dan bau itu semakin menusuk hidungnya. Saat ia menoleh ke belakang
tiba-tiba...
Seorang
wanita yang sedari tadi berada di belakangnya tenga meliriknya dan
tertawa..
“maaf
mbak saya kentut” ^_^ ucap wanita itu.
*******
The End
LOMBA MENULIS CERPEN (3)
GADIS
BERGAUN SURGA
Oleh : Siti Zubaidah XI AK 2
Udara
segar dan cerah menyambut hariku pagi ini. Hangatnya sinar mentari
menyentuh kulitku. Indah sapaanya mengiringi langkah menuju istana
belajarku. Dengan niat meraih mimpi-mimpi yang akan ku raih suatu
saat nanti.Ku langkahkan kaki dengan penuh ambisi.Namaku Latif
Muhammad Ikhsan , teman-teman biasa memanggilku Latif. Aku sekarang
duduk dibangku kelas XI SMA salah satu sekolah didaerahku.Jurusan
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah pilihanku.Hari ini adalah hari
terakhir ulangan Sumatif ,Sudah aku persiapkan dengan baik.
Dengan belajar, iringan do’a dan ibadah lainnya dan aku berharap
hasilnya kelak akan baik dan tidak mengecewakan,tentu itulah do’a
setiap pelajar seperti halnya denganku,tentu berharap Tuhan selalu
menyempatkan Ridho-Nya .amin..
Kakiku
melenggang dengan pasti. Seperti biasa ku awali hari ini dengan
senyuman yang lebar disetiap langkahku. Kusapa setiap orang di
sepanjang perjalananku.Perasaan bahagia terlihat jelas diraut
wajahku.Tak sanggup ku menepis perasaan yanng sungguh membingungkan
ini. Entah mengapa aku merasa begitu bahagia . ”Apa ada sesuatu
atau memang hari ini adalah penerimaan raport ?? “ Bergumam dalam
hati. Namun sontak tatapan mataku terpaku pada anugerah yang
sangat luar biasa bagiku. ”Subhanallah....” ku ucapkan dari hati
dimana aku mengaguminya. Hatiku ingin berpaling tapi mataku tak
berkedip.Betapa cantiknya gadis yang berjalan berlawanan arah dariku.
Gadis berjilbab yang terlihat amat manis dan berwajah teduh, hatiku
jadi gugup tak karuan. Darahku terus mengalir berontak mau tumpah.
Langkahnya yang lembut,gadis itu bersampingan denganku sambil
menundukan pandanganya dengan tenang. Kacaunya perasaanku saat
itu.Lemas langkah kakiku dan aku masih tak bisa menanta hatiku .
Gedubrakkk......
Sampai aku tak melihat apa yang ada didepanku ,akhirnya gerobak bubur ayam milik pak Oyon yang berada dipinggir jalan tepatnya didepan gedung sekolahku itu jadi sasaran salah tingkahku.
Sampai aku tak melihat apa yang ada didepanku ,akhirnya gerobak bubur ayam milik pak Oyon yang berada dipinggir jalan tepatnya didepan gedung sekolahku itu jadi sasaran salah tingkahku.
“Hati-hati to le
kalau jalan ya lihat depan jangan melamun“ tegur bapak separuh baya
itu.
“iya
pak maaf tadi saya tergesa-gesa pak” jawabku dengan nada yang
masih tersendat-sendat.
“iya
sudah tidak apa-apa tapi lain kali jangan begitu,kan yang rugi kamu
juga jadi benjol kepala kamu eh bukan kepala tapi fikiran yang ada
dikepala kamu” sahut pak Oyon sambil tersenyum.
“Ah
bapak ini bisa saja,ya sudah saya masuk dulu ya pak”
“iya
Tif jangan nyeleweng lagi ya “ jawab pak Oyon itu dengan lantang.
Begitu sampai
dikelas,”Astagfirullah...aku kan pernah baca buku . pandangan
pertama adalah anugerah namun seterusnya adalah dosa” . Setelah ku
mengingat hal itu , aku pun langsung mengalihkan fikiranku namun
wajah gadis penuh cahaya itu masih tersimpan utuh dalam bayanganku.
Teet teet teet....
Bel
yang ku tunggu-tunggu akhirnya berbunyi.Udara segar diluar ruangan
akhirnya kembali kunikmati.Waktu sudah menunjukan pukul 15.15
pelajaran telah usai dan saatnya berolah raga sore . Mengalunkan
melodi hentakan kakiku yang penuh semangat .Sesampai dipersimpangan
tepatnya tempat pertemuan dengan gadis berjilbab itu .Fikiranku
melayang seakan menembus awan terbayang akan betapa indahnya ciptaan
Tuhan yang begitu mengagumkan itu.
Lagi
dan lagi aku di kagetkan .
Tapi
kali ini bukan karena gadis itu atau pun gerobak pak Oyon.
“Hayooo..
melamun lagi ,untung saja gerobaknya tak dorong ,kalau ada didepan
kamu pasti sudah ditabrak lagi,” Tegur bapak berkumis tipis itu
dari belakangku.
“Astgfirullah
pak Oyon bikin kaget saja,,!! Tapi sudah tidak melamun pak “
jawabku menutupi rasa malu yang masih terlihat jelas di wajahku.
“Ya Allah hidungnya sampai kayak badut begitu,dia tidak lewat lagi ya ?” Goda pak Oyon.
“Ya Allah hidungnya sampai kayak badut begitu,dia tidak lewat lagi ya ?” Goda pak Oyon.
“Ah
bapak ini,sudah ah pak saya mau pulang “ dengan rasa yang tak
menentu saya segera berjalan pulang.
“hehehe
ya sudah hati-hati lo” pesan pak Oyon sambil melambaikan tanganya
ke arahku.
“iya
bapak Oyon “jawabku
Setelah
suasana yang membuatku malu bukan kepalang itu,kulanjutkan langkahku
yang sempat tersendat dengan kekacauan fikiranku yang berhasil di
buyarkan oleh pak Oyon.
Masih terselib
dimataku pemandangan indah dibalik jilbab yang mengagumkan itu.Wajah
yang teduh menyimpan banyak keistimewaan.Begitu indah terang cahaya
bulan mampu terkalahkan dengan sinar mata yang menghiasi cantik
diwajahnya.Tak mampu aku menepis semua yang telah masuk dalam
penglihatanku.Hampir disepertiga malam aku lantunkan do’a untuk
menghilangkan pandangan kala itu.Namun apa dayaku sebagai hamba yang
tak mampu menghindar dari semua yang telah terjadi.”Kunikmati
sajalah anugerah ini “ pikirku dalam angan yang masih melayang.
Anugerah
terindah yang di perlihatkan-NYA padaku hari yang lalu. Begitu
terlihat jelas dalam rona wajahku yang tiap kali mengingatnya ,aku
senyum tak menentu. Benar-benar aku telah mengaguminya. Dan hari
ini aku telah mengawali dosaku. Kuulangi pertemuan itu. Langkah
kakiku berjalan pelan seakan berkompromi dengan hatiku yang
berharap dia akan datang. Ya..benar harapanku pun terjawab, namun
kali ini dia bersepeda perlahan,dan masih dengan khasnya yaitu
mengenakan jilbab yang tampak begitu menyegarkan.Saat ku pandang
sosok yang mengagumkan dari jauh dengan laju sepedanya yang tenang
itu.Tak dapat kupungkiri indah kepribadianya telah mengacaukan
mataku..Tiba-tiba ia melintas dengan jarak yang sangat dekat
denganku.Dengan penuh percaya diri aku pun tersenyum kepadanya.Dia
pun juga tersenyum ,namun bukan denganku melainkan dengan ibu
pemilik warung dipinggir jalan dimana aku sedang melangkah .
“Mari
bu ,,, “ sapaanya dengan nada yang lembut dan senyumannya yang
mempesona.
“iya
Nur hati-hati ya” jawab ibu itu.
Tak
terduga dalam benakku ,gadis yang ku kagumi itu merasa ku
perhatikan.Dan ia menyempatkan tersenyum kepadaku meski hanya
sekejab namun hal itu mampu menumpahkan keringat dingin
ditubuhku.Merinding bulu kuduku seolah ada sesuatu yang beda
menggetarkan jiwaku.Namun dari pertemuan kedua itu aku jadi tahu
siapa nama gadis itu.Nur.... ya Nur namanya.
Sejak
pertemuan yang tak terduga itu aku mulai sedikit berubah.Aku yang
dulu sangat lugu namun kini sudah lebih bisa berinteraksi.Abiku juga
berpendapat demikian. .Saat aku tengah asik membaca buku disudut
kamarku,Abi datang menghampiriku.
“Latif
,bagaimana hasil nilaimu semester ini ?” tanya abiku.
“Alhamdulillah
baik bi” sambil kutunjukan raportku yang baru kuambil kemarin.
“Alhamdulillah,abi
lihat kamu sedang bahagia?” melihatku sambil tersenyum.
“Biasa
saja bi,tapi saya sedang mengagumi seseorang” jawaku dengan jujur.
“Ya
abi tahu maksudmu,tapi jangan dijadikan bumerang untuk menjatuhkan
nilaimu ya,hal itu wajar namun jadikanlah itu untuk memacu
semangatmu” tanggapan abi terhadap jawabanku.
“iya
abi “ jawabku malu.
“Ya
sudah segeralah tidur hari sudah larut malam” nasehat abi.
Setelah
percakapan itu ,abiku kembali kekamarnya.Aku pun segera larut dalam
alam yang membawaku dalam dunia angan .Dan seperti biasa ku terbangun
di sepertiga malam.Sejenak ku panjatkan apa yang menjadi
munajatku.Kala itu aku merasa hal yang ku alami hari-hari itu adalah
cobaan yang harus kulalui.Disisi lain aku dapat lebih bersyukur dan
memuji-Nya dengan mengakui bahwa memang benar DIA menciptakan manusia
dengan sebaik-baiknya.
Mengagumkan...
Gadis
itu benar-benar sudah membuat aku selalu memuji-NYA. Kini aku bisa
setiap hari bertemu denganya. Bahkan kemarin lusa aku berhasil
berbincang denganya.Kala itu aku sedang bersepeda ria bersama umiku
di alun-alun kota yang jaraknya tidak terlalu jauh dari
rumaku..Tanpa sengaja botol minuman jatuh dari sepeda yang dinaiki
Umiku.Dan aku pun bergegas mengambilnya .Setelah aku mengambil botol
itu.Segera aku menghampiri umiku yang duduk dibawah ringin kembar di
tengah taman alun-alun.bersama seorang gadis.
Pemandangan yang sangat menyegarkan ketika ku melihat Nur sedang berbincang dengan umiku dan aku masih berdiri lemas didekat umiku.Betapa konyolnya tingkahku saat itu,yang lebih mengherankan umiku begitu akrab denganya yanag membuatku merasa semakin mengagumi gadis itu.
Pemandangan yang sangat menyegarkan ketika ku melihat Nur sedang berbincang dengan umiku dan aku masih berdiri lemas didekat umiku.Betapa konyolnya tingkahku saat itu,yang lebih mengherankan umiku begitu akrab denganya yanag membuatku merasa semakin mengagumi gadis itu.
“Umi
dengan siapa? “ ku panggil umiku dan basa-basi bertanya.
“Iya
tif mana botolnya ,umi haus,ini Nur !” sahut Umi.
“Oh
iya mi ini botolnya” ku jawab dengan nada yang tersendat –sendat.
Nur
pun tersenyum terhadapku,Ku balas senyumanya dan aku mulai
bertanya.....
“lho
ukhti kog disini?” tanyaku gugup.
“Iya
tadi saya membantu umi hampir jatuh dari sepeda” jawabnya dengan
nada yang halus.
“Alhamdulillah
.. terima kasih ya” sahutku.
“Iya
sama-sama ,kalau begitu saya permisi dulu “ ia berpamitan.
“Hati-hati
ya nduk,terima kasih” Jawab Umiku.
Lagi
dan Lagi dia tersenyum kepadaku eh bukan kali ini kepada umiku.Dan
aku tercengang aku melihat bola matanya yang indah itu.Sungguh ini
adalah sebagian rezeki yang malang melintang datang
padaku.”Astagfirullah hal itu terulang lagi,subhanallah mengapa
bidadari itu begitu indah dan mengagumkan ya Allah” bisik dalam
hati.
“Beruntung
atau celakahlah diriku?” sempat terbesit tanya dihatiku.Setiap
malam hanyalah bergumam tentang Nur ,Si gadis berjilbab yang
mempesona.Betapa hebatnya lalki-laki yang berhak memilikimu kelak.Tak
hanya indah diparas wajahmu namun indah juga akhlakmu.Jagalah
keindahanmu wahai Nur.
Subhanallah ..
begitu mengejutkan ,KAU telah izinkan aku untuk melihat wanita
salihah perhiasan dunia yang sementara ini.Tutur katanya memancarkan
cantiknya wanita muslimah yang ku inginkan kelak jadi pendmping ku
dimasa yang Engkau kehendaki .Isi hatiku ketika a ku benar-benar
mengagumi Makhluk Tuhan itu.Hidup ini sontak menjadi tantangan
tersendiri disaat ku mulai merasakan indahnya hal yang merupakan
anugerah-Nya.Untuk hidup ini aku mensyukuri atas semua hikmah dibalik
kejadian ini.Betapa banyak pelajaran yang dapat aku posisikan agar
menentukan jalan hidupku yang lebih baik.Indahnya dunia yang sempat
membawaku terlena akan makhluk-Nya.Tersadar akan banyaknya limpahan
keindahan dunia yang harus dijaga dan disyukuri.
Sungguh Luar
Biasa...
Gadis
itu telah mengubahku pintar merangkai kata ,menjadi seorang yang
puitis.Dengan mengutamakan ibadah,mengaji serta diimbangi dengan budi
luhur yang sopan dan santun. Kaulah yang mampu mengangkat derajat
wanita muslimah Mungkin ini cobaanku dimana sekarang aku sudah
beranjak naik kelas XII , namun aku menikmatinya. Sungguh aku
penggemarnya, aku mengagumi sosok yang mampu menyimpan keindahanya,
menjaga kehormatannya agar orang lain tak mampu menikmatinya dengan
Cuma-Cuma. Dibalik jilbab itulah yang membuatku kian mengagumi Gadis
Bergaun Surga .
Nur
.... cahaya ....
Cahayamu
memancarkan semua yang kulihat dari kodrat seoranng muslimah. Kau
telah membuatku tak henti mengucap syukur pada-NYA.
Beruntunglah
dirimu Nur......
Gadis
yang mampu membuatku selalu tersenyum tak menentu .Gadis yang
membuatku tak mampu berkedip kala memandangmu.. Cepatlah kamu pergi
karena dengan terus memandangmu aku akan dosa. Tapi ku tafakuri
ciptaan-NYA yang membuatku mengagumimu. Semoga tak hanya kamu wanita
muslimah yang mampu menjaga jilbabnya.
LOMBA MENULIS CERPEN (4)
RODA KEHIDUPAN
Oleh : Yulianto XI AK 2
Sebelum
kuceritakan kisah hidupku ini, perkenalkan dulu…
Namaku
Suparman, keren kan… Mirip superhero asal Amerika(superman)
hehehe... Aku lahir di ibukota negara kita yang tercinta, Jakarta.
Aku lahir sekitar 23 tahun yang lalu. Aku dilahirkan di keluarga
kecil di pinggiran kota Jakarta. Aku 3 bersaudara dan merupakan anak
pertama. Parman kecil hanyalah seorang anak kecil yang hanya lulus
SD. Namun kini aku menjelma
sebagai orang
sukses yang cukup mapan... So, dengarkan ceritaku ini sob....
Januari
1986,
6
bulan setelah lulus SD.
Mungkin
hari ini adalah hari terakhirku tinggal di Jakarta. Hari terakhir
melihat selokan hitam dan tembok penuh coretan warna di depan
kontrakanku. Hari ini aku, kedua adikku dan ibuku pergi ke kampung
halaman ibuku, kota Ngawi, kota kecil di perbatasan Jawa Tengah
dengan Jawa Timur. Mengapa aku hanya pergi dengan kedua adik dan
ibuku?..
Bapak
ku meninggalkanku sekitar 6 bulan yang lalu. Tepat setelah kelulusan
sekolah.. Dia meninggalkanku tanpa sebab. Mungkin itu karena dia
depresi akan himpitan ekonomi yang selama ini membelit keluargaku.
Memang, bapakku
hanyalah seorang kuli bangunan dan ibuku hanyalah seorang tukang
pijat yang penghasilannya pas-pasan. Kadang ku berpikir, apakah
seperti itu sosok seorang bapak. Bapak yang tega meninggalkanku tanpa
sebab...
Selama
6 bulan bapak meniggalkan kami, dan selama 6 bulan pula ibuku mencari
nafkah sendiri. Sebagai anak tertua aku merasa iba dengan perjuangan
ibuku. Akhirnya aku memutuskan untuk menjadi pengamen dan
meninggalkan bangku sekolahku. Memang bukan penghasilan yang banyak,
tetapi setidaknya ada niat untuk membantu orang tuaku.
Aku
biasa ngamen di simpang empat Jalan Sudirman. Disanalah aku biasa
mencari recehan uang demi sesuap nasi. Sudah menjadi makananku,
kepulan asap kendaraan bermotor yang menyesakkan dada. Mobil, motor
maupun truk-truk besar, itulah sumber rizki ku. Berharap iba dari
pengemudinya. Biasanya truk-truk kontainer memberi uang yang lebih
daripada yang lain. Untuk itulah aku senang ketika melihat ada truk
kontainer yang berhenti.
Jam
beker disamping tempat tidurku baru menunjukkan pukul 1 malam. Udara
dingin terasa sampai ke rusuk tubuhku. Tidak seperti biasanya, jam
segini ibu sudah berteriak memanggilku dengan suara singa mengaung.
Itu sepertinya merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan suara
ibuku. Memang, dia dikenal sebagai sosok wanita yang super cerewet.
Mungkin itu karena kerasnya hidup keluarga kami.
Meskipun
seperti itu dia tetap Ibuku. Ibu yang dengan kasih sayang merawatku
dan menemaniku.
‘’Man..
cepet bangun.. Kita harus segera bersiap-siap..
“Ya..
bentar bu..(dengan malas aku menjawab).
“Cepetan..
nanti kita ketinggalan kereta...’’
Ya..
seperti itulah ibuku, ibu yang cerewet.
Dengan
berat hati kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi.
Kubawa handuk kumal yang setia menemaniku ketika mandi. Tiba di kamar
mandi, seperti biasanya kulihat bak mandi tua penuh dengan lumut
kerak. Diatasnya terdapat gayung warna merah dan rak berisi sabun
mandi. Meskipun dingin tetap kupaksakan air membasahi tubuhku. Terasa
menusuk tulang,hihihi….
Setelah
mandi kubergegas menuju kamar dan ganti pakaian. Celana jeans, kemeja
hitam, dan minyak rambut ala makel jaksen. Keren kan…hehehe
Kami
berangkat ke stasiun Gambir pukul 2 malam. Rencananya kereta
berangkat pukul 3. Kami berangkat menggunakan bajaj, kendaraan beroda
tiga khas Ibukota Jakarta. Kepulan asapnya seakan-akan menjadi ciri
khas kendaraan ini. Inilah kendaraan rakyat miskin di Jakarta. Semoga
kami sampai tepat waktu. Aku ragu dengan laju kendaraan ini. Jika
dibandingkan dengan taksi, bagaikan kelinci dan kura-kura.
Akhirnya
kami sampai ke Stasiun Gambir. Tepat seperti yang direncanakan. Jam 3
tepat kami sampai di sana. Sudah banyak orang yang datang menunggu
kereta. Mungkin sudah menjadi ciri khas Indonesia. Jadwal jam 3, tapi
baru tiba jam 3.30.
Tut..Tu..
Tut.. Kereta api datang. Suara yang dikeluarkan kereta itu cukup
keras, seperti suara ibuku. Tak sampai berhenti para penumpang sudah
berebut tempat, termasuk kami. Memang kereta di Indonesia seperti
itu, tidak cukup untuk mengangkut semua penumpang. Tetapi penumpang
tetap memaksa. Alasannya transportasi inilah yang paling murah..
Kami
duduk di gerbong ke-4. Kami duduk disebelah seorang turis. Terasa
aneh bagiku, karena sebelumnya aku belum pernah melihat seorang turis
luar negeri. Kulit putih, rambut pirang, dan mata berwarna biru. Dia
mengajakku berbicara dengan bahasa aneh. Karena aku tidak mengerti,
aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala. Mungkin karena itulah
dia hanya berbicara sedikit kepadaku. Karena mungkin dia juga merasa
aku tidak paham dengan kata-katanya.
Perjalanan
terasa membosankan. Hanyalah bangunan dan sawah-sawah yang kulihat
dari semalam. Merasa bosan aku pun tertidur. Tak kuhiraukan suara
pengamen dan penjual makanan ringan yang silih berganti turun dan
naik kereta.
Tak
terasa sudah 10 jam kami naik kereta. Kami sudah sampai di Kota Solo.
Kata ibuku sebentar lagi akan sampai. Sudah tak sabar aku melihat
kampung halaman ibuku, Kota Ngawi. Kota yang sering diceritakan oleh
ibuku, kota kelahirannya.
2
jam kemudian tepatnya jam 4 sore kami tiba di Stasiun Paron. Kata Ibu
stasiun inilah tempat pemberhentian kami. Kami bergegas untuk turun
dari kereta. Ketika turun dari kereta aku sempat kaget, apakah ini
yang disebut dengan stasiun? Sangat sepi, tak seperti Stasiun Gambir.
Hanya ada beberapa petugas loket yang berjaga di depan pintu.
Jarak
antara stasiun dan rumah ibuku cukup jauh. Kira-kira 10 Km. Terpaksa
kami naik ojek, karena kata petugas stasiun jam segini sudah tidak
ada kendaraan selain ojek. Di perjalanan hanya kulihat sawah-sawah
dan rumah penduduk. Tidak ada industri seperti di Jakarta.
Perjalanan
sekitar 25 menit. Akhirnya kami tiba di rumah ibuku. Sampai disana
kami disambut hangat oleh nenekku. Maklum, semenjak pergi merantau ke
Jakarta, ibuku tidak pernah pulang ke kampung halaman. Jadi aku tahu,
betapa rindunya nenek ku dengan ibuku. Baru kali ini juga aku melihat
nenek ku. Kami saling bercerita tentang kehidupan kami.
Kehidupan
disini juga tidak jauh berbeda dengan kehidupan kami di Jakarta, jauh
dari kata layak. Rumah nenek terbuat dari bilik bambu yang terlihat
lapuk dimakan usia. Atapnya hanya ditopang oleh beberapa kayu yang
kelihatan kusam. Gentengnya pun sudah lubang di sana-sini. Jauh dari
definisi sebuah rumah. Namun, setidaknya disini adalah tanah milik
sendiri, tidak kontrakan. Jadi nenek tidak pernah merasa takut akan
tergusur.
Di
desa kecil ini aku menemukan beberapa teman yang bisa menghiburku.
Salah satunya adalah Rino. Menurutku dialah teman yang paling hebat.
Diantara teman-temanku dialah yang paling pintar dan tidak pernah
mengejekku. Dia adalah teman yang penuh pengertian. Dia mengerti
bagaimana keadaanku. Keadaan seorang anak tamatan SD, dari keluarga
miskin yang keluarganya hancur. Sering Rino berbagi ilmu yang dia
miliki kepadaku.
Mayoritas
penduduk disini adalah seorang petani. Setelah beberapa minggu tanpa
aktivitas, aku diajak pamanku ke sawah miliknya. Disana aku diajarkan
cara-cara bertani yang baik dan bekerja di sawah pamanku. Menanam
padi, memupuk dan menyiangi rumput. Semua kulakukan dengan senang
hati, daripada di rumah tidak ada kerjaan.
Bertahun-tahun
aku bekerja kepada pamanku. Hasilnya cukup lumayan, bisa untuk makan
sekeluarga dan memperbaiki atap yang bocor. Menurut pamanku, aku
adalah anak yang ulet. Dia merasa terbantu dengan adanya aku. Hingga
pada suatu hari ada seorang saudagar gabah yang kaya melihat kerja
kerasku menggarap sawah. Dia merasa iba dengan kerja kerasku. Aku
ditawari bekerja di sawahnya. Memang, dia memiliki sawah
berhektar-hektar di desa ini. Hampir 1/3 jumlah sawah di desa ini
miliknya. Tentu kesempatan itu tak kusia-siakan. Aku menginginkan
penghasilan yang lebih. Tanpa pikir panjang aku langsung
menyetujuinya, dan pamanku menyetujui pula.
Keesokan
harinya aku mulai bekerja di sawah saudagar kaya itu. Gajinya
lumayan, lebih besar daripada bekerja di sawah pamanku. Aku salut
kepada saudagar itu, meskipun dia sudah kaya dan tidak akan habis
selama tujuh turunan, dia masih bekerja terus menerus seakan tanpa
lelah. Dia mau mencangkul di sawah dan membantu kuli-kulinya.Padahal
dengan duduk manis di rumah, uang sudah datang sendiri. Sosok yang
hebat….
Sudah
3 tahun aku bekerja di sawah saudagar itu. Kehidupan keluarga kami
pun semakin membaik. Rumah yang dulu tidak layak dikatakan rumah,
perlahan sudah membaik. Hingga pada akhirnya pada tahun 2005 saudagar
baik itu tanpa kusangka memberikan sebagian sawahnya kepadaku.
Sungguh kejadian yang tidak kuduga. Mungkin ini karena pengabdianku
selama ini kepadanya dan jawaban atas segala doa-doaku. Meskipun
begitu aku harus tetap membalas budi saudagar itu. Dengan apalagi
kalau bukan dengan merawat sawah yang diberikan kepadaku secara
sungguh-sungguh.
Detik
berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti
bulan, dan bulan berganti tahun. Tahun-tahun telah berlalu. Semakin
tahun berlalu semakin membaik pula kehidupanku. Aku bisa membeli
beberapa property dan tanah yang cukup untuk dibangun sebuah rumah.
Selain itu aku juga punya usaha kecil-kecilan, warung makan. Aku
merasa bahagia dengan keadaanku sekarang. Suparman seorang anak kecil
yang hanya lulus SD dari keluarga yang berantakan kini menjelma
sebagai seorang yang sukses. Telah kubuktikan bahwa nasib itu bisa
diubah. Kuncinya adalah keuletan dalam bekerja, tentunya diiringi
dengan do’a. Percayalah bahwa semua orang bisa menjadi sukses…
SO, lakukan yang terbaik……..
#SALAM SUKSES#
LOMBA MENULIS CERPEN (5)
SERPIHAN HATI YANG HILANG
Oleh : Dinda X AK1
Oleh : Dinda X AK1
Aku nggak tau
sekarang aku ada di mana. Tempat ini indah banget. Sebuah desa kecil
yang tak ku ketahui namanya. Di sini aku berjalan jalan sendirian,
mengelilingi desa nan asri ini. Suasananya benar – benar berbeda
dengan tempat tinggalku di Jakarta. Di sini sejuk sekali. Masih
banyak pepohonan berbatang tinggi besar dan berdaun rimbun. Rumah
rumah penduduk masih jarang,kalaupun ada jaraknya agak berjauhan. Tak
seperti rumah - rumah di Jakarta yang terlalu berjubel.
Aku melewati sebuah
rumah berdindingkan papan diujung jalan dan aku tertarik untuk
memperhatikannya. Walaupun rumah itu kecil dan sederhana, tetapi
mempunyai halaman yang luas dan asri dengan berbagai tanaman bunga
yang tumbuh dengan indahnya. Di depan rumah itu aku melihat seorang
gadis yang duduk di atas kursi roda, sambil memainkan gitar dan
bernyanyi. Wajahnya cantik sekali. Kulitnya putih bersih dan ia
berambut hitam panjang. Menurutku, usianya lebih tua dariku.
Aku ingin sekali
berkenalan dengannya. Lalu ku hampiri dia. Dia berhenti bernyayi dan
memainkan gitar. Dia memandang ke arahku. Setelah ku perhatikan
sekilas, ternyata wajahnya pucat. Seperti orang yang sakit parah dan
lama tak kunjung sembuh.
“ Hai kakak!
Bolehkah aku tau siapa namamu?” tanyaku sambil tersenyum.
Dia membalas
senyumku dengan senyumannya yang manis. “ Iya, namaku Aluna.”
Tiba tiba aku merasa
badanku berguncang hebat sebelum aku sempat memperkenalkan diri pada
Kak Aluna. Ya, ada yang mengguncang – ngguncang badanku.
“ Ilana bangun
Sayang ! Udah jam enam seperempat nih, kamu sekolah apa enggak? Ayo
bangun ! Nanti kamu telat lagi,” Mama membangunkanku.
“ Arggghhh !!
Mamaaaa…. Mama udah bikin mimpiku terputus. Kenapa juga Mama baru
ngebangunin aku jam segini???” aku langsung bangun dan berlari ke
kamar mandi.
Aku buru – buru
mandi dan bersiap siap pergi ke sekolah. Pukul 6.45 aku baru keluar
dari kamarku. Biasalah cewek. Pasti ribet. Hehe.
“ Mama… Ilana
berangkat dulu yah! Assalamualaikum,” ucapku setelah mencium tangan
mama.
“ Eh.. Ilana.. ini
sarapannya gimana??” Tanya mama sambil mengejarku yang udah berlari
keluar rumah.
“ Nanti aja Ma.
Ilana makan di sekolah aja. Assalamualaikum.”
“ Waalaikumsalam”
jawab mama sambil memandang kepergianku hingga aku keluar dari
gerbang rumah.
Sedangkan aku
langsung berlari ke luar rumah untuk mencari taksi. Tak perlu lama
menunggu, dengan segera aku menemukannya dan langsung melesat menuju
sekolah.
*****
Pukul 06.57 aku
sampai di depan gerbang sekolahku tercinta, SMA Tunas Harapan. Saat
aku sampai, Pak Yono, satpam sekolah udah mau nutup gerbang, dan aku
menjadi siswa terakhir yang masuk ke sekolah. Tiga menit lagi bel
masuk bunyi. Tanpa berpikir panjang aku langsung berlari menuju
kelasku.
Saat aku sampai di
kelas bel pun berbunyi. Tetapi gurunya belum datang. Hehe selamat deh
aku.
“ Hey ! Dari mana
aja sih kamu? Jam segini kok baru dateng? Ini udah siang Non ….
Pasti bangun kesiangan lagi kan kamu?” kata Maika, temen
sebangkuku.
“ Apaan sih kamu.
Tau temen baru dateng, ngos – ngosan kaya gini bukannya di kasih
minum kek, malah di kasih pertanyaan segitu banyaknya. Iya aku
kesiangan lagi.”
“ Bangun jam
berapa kamu? Padahal hari ini kan nggak ada PR kenapa kamu bisa
kesiangan sih? Nggak biasanya kamu telat gini,” ujar Maika sambil
mengacak acak poniku. Huh.
“ Jam enam
seperempat. Eh Mai, kamu tau nggak, aku mimpi kayak kemarin lagi.
Mimpinya sama persis sama mimpi aku empat hari ini. Mimpi itu yang
bikin aku bangun kesiangan lagi.” Ceritaku pada Maika.
“ Hah?? Empat hari
berturut turut kamu mimpiin hal yang sama?” Tanya Maika nggak
percaya.
Aku mengangguk,
tepat saat itu juga Pak Simon datang. Yah harus siap siap pelajaran
deh >,<
“ Udah Mai, nanti
aku ceritain lagi,” aku meminta Maika untuk memperhatikan
pelajaran.
Setelah Pak Simon
memulai pelajaran aku pun mengikuti pelajaran hari ini hingga siang
hari pulang sekolah, dan melupakan masalah mimpi yang sama itu.
*****
Rumah sepi. Hanya
ada Bu Kamila di rumah. Bu Kamila adalah Mama Ilana. Beliau adalah
seorang ibu rumah tangga. Suaminya, Pak Salim adalah seorang karyawan
di salah satu bank swasta. Sebenarnya keluarga Pak Salim berasal dari
daerah Padang Sumatra Barat. Namun sewaktu Ilana masih berumur dua
tahun mereka memutuskan untuk pindah tinggal di Jakarta untuk merubah
hidup menjadi lebih baik.
Tok tok tok! “
Assalamualaikum,”
“Waalaikum salam,”
Bu Kamila membukakan pintu rumah.
“Eh ada Pak Pos.”
“Iya Bu. Apa benar
ini rumah Ibu Kamila Assyifa?”
“Iya saya sendiri
Pak.”
“Ini ada surat
untuk Ibu,” kata Pak Pos sambil memberikan sebuah surat kepada Bu
Kamila.
“Oh iya Pak,
terima kasih.” Di terimanya surat dari Pak Pos tadi.
Kemudian Pak Pos
kembali menjalankan tugasnya.
Bu Kamila pun masuk
ke dalam rumah dan membaca surat tersebut. Seketika ia menangis
tersedu sedu. Tetapi tak tau apa yang harus ia lakukan. Karena Pak
Salim dan Ilana tak ada di rumah.
*****
Jam menunjukkan
pukul 14.15. Bel pulang pun berdering nyaring. Semua siswa SMA Tunas
Harapan berhamburan keluar kelas. Termasuk aku dan Maika.
“ Eh La, katanya
tadi mau cerita soal mimpi itu. Ayo ceritain dong,” kata Maika saat
kami menyusuri koridor sekolah, menuju ke parkiran dan mengambil
sepeda motor Maika.
“ Oh iya. Ya
seperti yang aku ceritain ke kamu kemarin. Aku ada di rumah itu, dan
bertemu dengan gadis cantik yang wajahnya aku pikir agak mirip
denganku. Tapi ada yang berbeda dengan mimpi itu.” Ujarku pada
Maika, sambil mengingat ingat semua kejadian dalam mimpiku.
“ Maksudnya?
Apanya yang berbeda?”
“ Di mimpiku pada
hari pertama aku melihatnya berwajah cerah, ceria dan bersemangat.
Juga dengan tubuh yang segar bugar. Ia menyanyi dan bermain gitar.
Pada hari kedua, aku bermimpi gadis itu wajahnya berubah jadi pucat,
dan tak bersemangat seperti kemarin. Ia pun sudah duduk di kursi
roda. Pada hari ketiga, aku bermimpi dia duduk di kursi roda itu
dengan wajah yang tak lagi bersemangat. Seperti seseorang yang sudah
lama merindukan kehidupan dengan tubuh yang sehat. Rambutnya pun
sudah tak seperti saat hari pertama aku melihatnya. Rambutnya menjadi
agak tipis, karena rontok mungkin. Dan tadi malem, aku bermimpi
melihatnya duduk di kursi roda itu sambil bernyanyi dan memainkan
gitar. Keadaan tubuhnya sama seperti kemarin. Tapi satu yang berbeda,
aku menghampirinya dan bertanya siapa namanya. Dia tersenyum padaku
dan berkata namanya Aluna.” Ceritaku panjang lebar pada Maika.
“ Hahh??
Sepertinya mimpimu itu memiliki arti tersendiri deh. Aku yakin
banget. Lalu setelah dia bilang namanya Aluna, dia ngapain lagi?”
“ Aku dibangunin
Mama Mai, jadi ya mimpinya terputus gitu.” Ujarku dengan nada
kecewa.
“ Yah.. kamu tadi
bilang kan kalau dia wajahnya hampir mirip sama kamu. Terus dia
namanya Aluna. Hampir sama kaya nama kamu, Ilana. Ada apa ya La? Aku
yakin dia ada hubungannya sama kamu.”
“ Kamu tunggu sini
aja La, aku ambil motornya dulu.” Kata Maika meninggalkanku di
depan kantin , aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
Saat Maika mengambil
motornya aku duduk termenung di kantin. Memikirkan kata kata Maika
tadi. Benar apa kata dia. Pasti aku ada hubungan dengan Aluna dalam
mimpiku itu. Nggak mungkin dia setiap hari datang di mimpiku kalau
tak ada hubungan antara aku dan Aluna. Sebenarnya Aluna itu siapa?
Aku harus tanya sama Mama kalau aku pulang nanti.Mungkin aja Mama
tau. Hemmm semoga saja.
“ Ilana ! Ayo
pulang,” panggil Maika.
“ Eh iya Mai.”
Akupun langsung naik
di boncengan Maika dan meluncur pulang ke rumah. Aku sudah tidak
sabar menceritakan semua mimpiku ke Mama. Aku sudah terlalu penasaran
jika hanya menceritakannya pada Maika.
*****
Saat berada di
boncengan Maika aku hanya diam. Memikirkan apa yang akan kulakukan
kalau nanti sudah ketemu Mama. Maika pun tau semua kegundahan hatiku.
Dia langsung mengantarku pulang tanpa mengajakku main terlebih
dahulu.
“ Makasih ya Mai,
doain ya aku dapat semua jawabannya kalau nanti aku cerita ke Mama,”
“ Iya Ila . Udah
ya aku pulang duluan. Dadaaa…” Maika pun melesat dengan cepatnya.
Di garasi sudah ada
mobil Papa. Aku langsung masuk ke rumah. Aku heran, nggak biasanya
Papa jam segini udah pulang. Tapi rumah masih kelihatan sepi saat aku
masuk rumah. Sayup sayup aku mendengar suara Mama yang terisak.
“ Gimana Pa, kita
harus ke Dumai sekarang. Mama nggak mau kehilangan kesempatan untuk
berada di sampingnya……hiks hiks,”
Aku langsung menuju
kamar Mama. Dan menemukan Mama masih menangis tersedu – sedu dengan
mata sembab.
“Ma… Mama
kenapa? Ada apa ini? Kenapa Mama nangis kayak gini?” tanyaku sambil
berlari memeluk Mama.
“Ilana.. sekarang
kamu buruan mandi ya lalu beres beres. Kita harus ke Dumai sekarang.
Ada hal penting yang harus kita lakukan disana.” Perintah Papa
padaku tanpa menjawab semua pertanyaanku. Aku pun hanya bisa
mengangguk dan menuruti perintah Papa.
Saat aku mau ke
kamar mandi, aku menemukan sepucuk surat di atas meja makan. Namun
surat itu agak basah. Ah apa surat ini yang membuat Mama menangis?
Akhirnya aku pun duduk dan membaca surat itu.
Yth. Uni Kamila Dumai, 25
Januari 2003
Di Jakarta
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Apa
kabarnya Uni sekarang? Aku harap Uni dan keluarga di Jakarta baik
baik saja.
Uni
, ini Syarifah. Aku ingin mengabarkan keadaan Aluna Uni. Uni sudah
setahun ini Aluna sakit parah. Aluna sakit leukemia Uni. Maaf jika
aku tidak mengabarkan ini pada Uni dari dulu.
Awalnya
aku berpikir aku bisa mengatasi ini dengan Uda Rahman sendiri tanpa
bantuan Uni. Tapi ternyata keadaan Aluna sudah semakin parah Uni.
Pengobatan apapun yang aku berikan padanya tidak akan mampu
menyembuhkan penyakit Aluna. Dokter sudah angkat tangan Uni.
Uni,
aku mohon datanglah ke Dumai. Tengoklah Aluna Uni. Dia membutuhkan
Uni. Maaf jika selama ini aku egois tidak mengijinkan Uni bertemu
dengan anak Uni sendiri. Tapi aku sadar Uni. Di saat seperti ini
Unilah yang dibutuhkan Aluna untuk melalui hari – hari terakhirnya.
Uni aku mohon, maafkanlah aku Uni. Aku sangat menyayanginya, meskipun
Aluna bukan anak kandungku. Dan aku tahu pasti Uni juga sangat
menyayangi dan merindukannya. Aku hanya mengharapkan kedatangan Uni.
Aku tak mau selama hidupnya ia tak pernah mengenal ibu kandungnya.
Terima
kasih Uni. Kami tunggu kedatangan Uni secepatnya.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Hormat
Saya,
Syarifah
Seketika aku
menganga membaca surat itu. Aku terduduk lesu di meja makan. Air
mataku pun menetes tanpa ku rasakan. Tiba tiba papa datang
menghampiriku dan duduk di sebelahku.
“Papa, apakah
Aluna itu kakakku?” tanyaku sambil terisak.
“Iya Nak. Aluna
itu kakakmu,” jawab papa sambil mengusap air mataku.
“ Papa tau, gadis
yang duduk di kursi roda dalam mimpiku yang pernah aku ceritakan ke
Papa kemarin lusa, tadi malam dalam mimpiku dia berkata bahwa namanya
Aluna. Ternyata dia kakakku?” kataku pada Papa.
“ Oh ternyata dia
sudah datang ke mimpimu Nak. Berarti benar, dia merindukan kita. Dia
ingin kita berada di sisinya saat ini.”
“ Tapi kenapa dia
tak bersama kita Pa?” tanyaku minta penjelasan.
“ Sudahlah Ilana.
Sekarang kamu mandi dan beres – beres. Kita harus berangkat ke
Dumai sekarang.”
“Tapi Pa….”
bantahku.
“ Ayolah Nak. Kita
sudah tak punya banyak waktu.”
“Baiklah Pa.”
akhirnya aku menuruti semua kata – kata Papa.
Aku lalu mandi dan
segera packing.
Akhirnya pada pukul
16.00 kami sampai di Airport dan kamipun take off menuju Dumai pada
pukul 16.30.
*****
Kami sampai di Dumai
pukul 20.00. dan segera menuju ke rumah Bibi Syarifah. Saat
perjalanan kami bertiga hanya terdiam. Mata Mama masih sembab, dan
akupun tak kuasa untuk bertanya padanya tentang semua ini. Aku pun
memilih untuk diam.
Setengah jam
perjalanan dari pusat kota Dumai akhirnya kami sampai di sebuah desa
kecil yang masih sepi. Untuk perjalanan ke desa ini kami menyewa
mobil dari airport. Aku terhenyak menyaksikan jalanan desa yang aku
lewati menuju rumah Bibi Syarifah. Jalanan dan keadaan desa ini sama
persis dengan yang terdapat di mimpiku. Aku termenung melihat semua
ini.
Tiba – tiba mobil
berhenti. Tepat di depan rumah di ujung jalan. Rumah berdindingkan
papan dengan halaman luas dan pekarangan bunga yang harum mewangi.
Inikah rumahnya ? pikirku dalam hati.
“ Ayo Nak turun !”
ajak Papa dan aku menurutinya.
Mama telah sampai
lebih dulu di depan pintu rumah Bibi Syarifah. Aku dan Papa
menyusulnya dengan membawa barang bawaan kami. Rumah itu tampak sepi,
gelap pula. Sepertinya tak ada orang di dalam rumah.
Papa pun mengetuk
pintu dan mengucapkan salam. Kami menunggu di depan pintu. Papa
mengulanginya lagi sampai beberapa kali. Tetap tak ada jawaban.
Sepertinya benar dugaanku, tak ada orang di dalam. Tiba – tiba
datang seorang bapak – bapak dari arah jalan di depan. Sepertinya
dia tau kalau kami sedang menunggu pemilik rumah ini, tetapi yang
punya rumah tak kunjung keluar.
“ Maaf Pak, apa
Bapak saudaranya Pak Rahman?” Tanya bapak bapak itu ramah.
“ Iya Pak. Kami
adalah saudaranya yang datang dari Jakarta. Apa Bapak tau kemana para
penghuni rumah ini? Dari tadi kamu menunggu tapi tak ada jawaban dari
dalam.” Jelas Papa.
“ Oh. Semua
penghuni rumah sedang di rumah sakit Pak. Tadi sehabis Ashar tiba
tiba Aluna penyakitnya kambuh. Kemudian mereka segera membawanya ke
rumah sakit.” Kata Bapak itu.
“ Astagfirullah,
kita harus ke sana sekarang Pa. Mama nggak mau sampai terjadi sesuatu
sama Aluna. Hiks hiks.” Mama kembali terisak.
“ Silakan Bapak
kalau ingin ke rumah sakit. Jangan sampai semuanya terlambat.”
“ Baiklah Pak.
Terima kasih ya atas informasinya. Assalamualaikum.”
“ Walaikumsalam,
hati hati Pak.”
Lalu kami pun
kembali ke mobil dan segera menuju ke rumah sakit.
*****
Sesampainya di rumah
sakit aku langsung menuju meja resepsionis.
“ Sus, mau nanya,
pasien yang bernama Aluna Zhivara yang tadi masuk jam 4 sore dirawat
di ruang mana ya?” tanyaku pada seorang perawat.
“ Emmm sebentar ya
Mbak. Saya cek dulu. Emmm Aluna Zhivara, yang sakit leukemia ya,
dirawat di ruang wijaya kusuma nomor 5. Silakan dari sini menuju ke
arah utara, nanti mentok di jalan itu belok kiri. Ruangannya ada di
situ.” Kata perawat itu sambil menunjuk jalan yang harus kami
lalui.
“ Oh terima kasih
ya Sus.” Kataku, dan suster itu membalasnya dengan senyuman.
Aku, Mama, dan Papa
segera menuju ke ruangan yang dimaksud sama perawat tadi. Tak berapa
lama kemudian aku sampai di ruangan Kak Aluna.
“ Assalamualaikum.”
Ucap Papa.
“Waalaikumsalam.
Uni Kamila, Uda Salim. Silakan masuk.” Bibi Syarifah menyambut
kedatangan kami dan kami pun masuk ke ruangan itu.
Kulihat seorang
gadis cantik tergolek lemah tak berdaya di ranjang pasien. Dia
memandangi kedatangan kami dengan tatapan mata kosong. Dialah
kakakku, Aluna.
“ Aluna, ini Mama
kamu Nak. Dialah perempuan yang kemarin Bunda ceritakan kepadamu.”
Bibi Syarifah menunjuk ke arah Mama. Mama langsung menghambur dan
memeluk Kak Aluna.
“ Aluna, ini Mama
Nak. Maafkan Mama yang tak bisa menjagamu dan tak bisa selalu ada di
sampingmu. Tapi satu yang harus kamu tau Nak. Mama selalu
merindukanmu dan selalu menyayangimu. Kamu serpihan hati Mama yang
hilang Nak.” Mama memeluk Kak Aluna erat, begitu pula Kak Aluna,
seakan tak mau terpisah lagi.
“ Mama… aku
sayang sama Mama dan Papa. Walaupun aku baru bertemu Mama dan Papa
hari ini. Terima kasih ya Allah. Engkau masih mengizinkanku bertemu
Papa, Mama dan adikku, walau hanya sekali seumur hidup aku bisa
bertemu dengan mereka.” Ucap Kak Aluna sambil memeluk erat Mama dan
Papa. Sementara air mata kami semua yang ada di sini sudah tak bisa
terbendung lagi.
“ Adekku sini
deket kakak.” Kak Aluna memanggilku dan aku mendekat ke arahnya.
Seketika dia memeluk erat tubuhku. Aku menangis tersedu dalam
pelukannya. Lalu ia berbisik lembut di telingaku.
“ Ilana, kakak
sayang kamu. Maafkan kakak yang tak bisa menjagamu dan menjaga Mama
dan Papa. Kakak mohon jagalah mereka berdua selagi kamu bisa.
Ingatlah, Kakak akan selalu ada dan hidup di hatimu. Walau kita akan
berbeda dunia. Kakak sayang kamu Ilana. Hari ini dan untuk
selamanya,” setelah kakak selesai berkata demikian, kurasakan tubuh
kak Aluna terasa berat di pundakku, aku tak merasakan desah nafasnya
lagi. Aku segera tersadar, dan kulepaskan pelukannya.
Bajuku basah dan
berwarna merah akibat darah segar dari hidung Kak Aluna. Innalillahi
wa inna ilaihi rojiun. Kak Aluna menghembuskan nafas terakhirnya
dipelukanku. Aku langsung berteriak sejadi jadinya. Mama, Papa dan
Bibi Syarifah segera menghambur ke arahku dan memeluk jasad Kak Aluna
yang sudah tak bernyawa lagi.
*****
Jenazah Kak Aluna
baru saja selesai dimakamkan . namun aku masih terduduk di samping
pusaranya, bersama Mama dan Papa. Sejak tadi malam saat Kak Aluna
menghembuskan nafas terakhirnya, kami bertiga tak pernah jauh dari
sisinya. Aku ingin berada di sisinya sampai saat ini aku tak bisa
lagi melihat tubuhnya ada di sampingku.
Aku berpikir, kenapa
Allah tak mengizinkanku melewati hari bersamanya. Hanya sekejap saja
aku ada di sisinya, dan secepat itu pula Allah memanggilnya untuk
kembali menghadap-Nya. Mengambilnya dari hidupku. Yah, semuanya yang
diciptakan Tuhan takkan ada yang abadi. Pada saat yang telah
ditentukan pasti akan kembali pada-Nya lagi.
*****
“Dulu saat kamu
masih berumur satu tahun, Aluna selalu bersama Bibi Syarifah. Dia
terlalu menyayangi Aluna dan menganggapnya seperti anak sendiri.
Bibimu itu telah divonis dokter bahwa dia tak bisa memiliki
keturunan. Saking dekatnya dengan Aluna,bibimu itu meminta izin
kepada kami untuk mengadopsi Aluna. Karena dia rasa kami sudah cukup
memilikimu Ilana. Sementara dia ingin memiliki anak dan dia ingin
Aluna menjadi anaknya. Mamamu tak pernah mau menerima permintaan bibi
syarifah. Tapi Papa dituntut sama Nenekmu untuk mengalah pada Bibi
Syarifah. Karena bibi Syarifah adalah adik Papa satu satunya yang
sangat papa sayangi, akhirnya Papa dan Mama mengalah dan mengabulkan
keinginannya mengadopsi Aluna. Tapi ternyata bibi Syarifah membawanya
pergi ke Dumai dan tak mengizinkan kami menemui Aluna. Dia selalu
beralasan tak ingin Aluna tau dengan asal usulnya. Hingga akhirnya
Mamamu marah dan tak pernah mau bertemu dengan bibi Syarifah dan
mengajak pindah ke Jakarta. Tapi sungguh tak pernah ada kebencian di
hatinya pada kakakmu. Mama selalu menyayangi Aluna dan kamu seumur
hidupnya. Sekalipun sekarang dia harus mengikhlaskan serpihan hatinya
yang dulu hilang menjadi benar – benar hilang.” Cerita Papa
padaku sambil meneteskan air mata. Begitu pula aku, tak kuasa menahan
tangis.
Ku pandangi nisan
Kak Aluna. Lalu ku usap air mataku. “Kak Aluna, ketahuilah, bahwa
aku juga menyayangimu, hari ini dan untuk selamanya. Walau aku baru
mengenalmu kemarin. Aku berjanji padamu Kak. Aku akan menepati semua
permintaan kakak. Aku akan menjaga Mama dan Papa. Aku juga tak akan
melupakanmu Kak, karena kakak selalu ada dan hidup di hatiku.
Tenanglah di sana. Semoga kau hidup bahagia di alam keabadian,”
batinku dalam hati dan tersenyum pada batu nisan benama Aluna Zhivara
itu.
Langganan:
Postingan (Atom)